Oleh: Kesi Dewita Sari
(Mahasiswa Ekonomi Syariah IAITF Dumai)
Perekonomian di negriku
Indonesia kian hari kian tak menentu, kian hari kian tak menemukan titik
temu. Mulai dari pengusaha kelas kakap hingga pengusaha kelas teri, semua
mengeluh dengan keadaan ini. Hal ini, juga dirasakan oleh para peternak ayam
pedaging. Peternak ayam menjerit terkena imbas pandemi virus covid-19.
Dibeberapa daerah mereka mengeluhkan anjloknya harga ayam dipasaran.
Selain terancam kerugian modal yang kian hari kian mencekik, bahkan mereka
terancam gulung tikar. Peternak dihadapkan dengan tingginya harga pakan , namun
sulitnya pendistribusian dikarenakan keterbatasan wilayah sosial. Mereka tidak
tahu sampai kapan situasi ini berlangsung.
Untuk menekan kerugian, beberapa daerah melakukan kebijakan seperti membunuh anak ayam ataupun
menjual dengan harga murah. Terkhususnya Kelurahan Kampung Baru, mereka
mengambil resiko untuk menjual murah, bisa dibilang justru jauh dibawah harga
ayam biasanya. Memasuki awal April 2020 para penjual ayam potong menjual dengan
harga yang sangat murah. Bayangkan saja dalam sehari harga ayam turun dengan
sangat drastis. Mulanya dari harga 24
ribu/kg menjadi 18 - 16 ribu/kg. Keesokan harinya turun menjadi 15ribu/kg dan
besoknya berhenti diharga 13ribu/kg.
Lihatlah betapa tidak berharganya ayam tersebut, ayam yang biasanya
menyentuh harga 30ribu/kg kini hanya tinggal bayang-bayang. Hal ini sangat
menguntungkan konsumen. Namun, tidak bagi peternak ayam tersebut. Ini semua
mereka lakukan agar tidak semakin tenggelam dengan kerugian mahalnya harga
pakan.
Iya, penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah akibat pandemi Covid-19. Mejelang Ramadhan ini adalah bulan-bulan pernikahan, namun karena
Covid-19, semua acara yang berkaitan dengan keramaian dibatalkan, termasuk
pesta yang otomatis banyak memerlukan ayam dalam menunya. Selain itu, rumah
makan yang merupakan konsumen tetap harian, mulai kehilangan pelanggan setiap
harinya. Dan yang terakhir pengunjung hotel yang tidak seramai hari biasa.
Tidak tau sampai kapan Negriku begini. Aku, kita, dan mereka hanya bisa
berharap seraya berdoa akan segera menghirup segarnya suasana hiruk-pikuk
negriku seperti sediakala.
***