Diawal pendemi COVID-19 di mana-mana orang membahas tentang lockdown, di Indonesia ada istilah PSBB, atau pembatasan sosial bersekala besar, di Malaysia pula ada istilah PKP, Perintah Kawalan Pergerakan, semua istilah ini menunjuk kepada sebuah terminologi pendek yakni "lockdown".
Lebih kurang sejak bulan Maret 2020, penduduk bumi mencekam dengan kemunculan virus baru di Wuhan Cina yang pada awalnya lebih dikenal dengan virus corona, dan selanjutnya disebut dengan Corona Virus Diseas 2019 yang disingkat menjadi covid-19. Simpang siur nya isu akan kemunculan virus baru itu sangat fenomenal bagi masyarakat dunia ditahun 2020. Semua negara melakukan protek atas negaranya dengan istilah yang populer waktu itu lockdown.
Nyaris tidak ada yang berpengalaman dengan fenomena ini, rujukan sejarah hanya menunjukan pada peristiwa pendemi flu Spanyol tahun 1918. Akibatnya dunia pengetahuan galau. Kemapanan Sains terancam karena tidak ada satupun eksplanasi saintis yang dengan tepat dapat menjelaskan fenomena virus baru ini.
Bukan hanya kesehatan, ekonomi dunia terjun bebas akibat begitulama diberlakukannya "lockdown" di hampir semua negara. Spekulasi pun muncul ada yang menyebut covid-19, lahir secara natural dari alam namun ada pula yang mengatakan diciptakan dengan berbagai analisis spekulasi, mulai dari ekonomi, politik, ideologi sampailah agama.
Maraknya media sosial, menambah keruhnya pengetahuan menyangkutnya kebijakan yang dibuat selalu dipertentangkan, kecurigaan dengan berbagai pihak di kibaskan sedemikian rupa. Sampai akhir tahun 2020 ternyata covid-19 tidak kunjung reda. Namun lockdown mulai sayup-sayup ditelinga tidak seperti sebelumnya menjadi wacana yang ramai di mana-mana.
Covid-19 bukan virus biasa, dia seperti virus di komputer yang secara sistemik meluluh lantakan segalanya dengan menyertakan lockdown sebagai prangkat yang memisahkan murid dengan sekolah, guru dengan siswanya, pedagang dengan pelanggannya dan hampir semua sistem lumpuh dan perlu restard ulang.
Penulis: Dr. H. M. Rizal Akbar