Ibarat lautan, limpahan anugrah yang dalam dan luas sehingga Ramadhan dapat diperbincangkan dari sudut manapun juga. Kajian Keislaman Ramdhan seperti tiada habis-habisnya. Setiap kali tiba Ramadhan, kajian Ramadhan pun hadir di mana-mana mulai dari Masjid, Mushalla, Pesantren, Madrasah, Sekolah, Kampus-Kampus bahkan lembaga-lembaga formal pemerintah maupun swasta, semua berlomba-lomba melaksankannya.
Tidak terhenti sampai disitu, terdapat pula begitu banyak konten baik di media cetak elektronik dan media sosial yang juga turut meramaikan suasana Ramadhan dalam pelbagai bentuk aktifitasnya.
Antropologis Ramadhan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah satu pendekatan yang melihat Ramadhan dalam perspektif hadirnya budaya ditengah masyarakat Muslim yang mengiringi ibadah Ramadhan. Tidak dapat disangkal bahwa Budaya agama merupakan kesatuan yang secara tidak langsung melahirkan kekuatan kepada sebuah komunitas agama.
Dalam konteks budaya agama, Ramadhan memberikan nilai spirit kebudayaan yang cukup kental dan nyaris diapresisaikan oleh semua masyarakat Muslim dari setiap lapisan suku dan struktur sosial. Semuanya terlibat aktif dalam memaknai kehadiran bulan penuh berkahbtersebut.
Setiap sisi ibadah selalu diiringi dengan hadirnya budaya agama yang berkesan. Mulai dari ibadah kiamullail, solat tarawaih dan witir. Kesan kebudayaan sarat menyertai ibadah ini mulai dari busana yang dikenakan. Seni bacaan shalawatan serta banyak hal laiinya.
Juadah buka puasa dan sahur adalah hal yang menarik untuk dianalisis dari perspektif antropologis. Jenis kue dan cita rasnya akan selalu beragam serta bagaimana ianya dihidangkan selalu nya tidak sama dengan hari-hari biasa. Semua masyarakat Muslim memiliki perbedaan dalam hal ini. Suku bangsa menentukan apa yang menjadi hidangan spesial di bulan Ramadhan ini.
Budaya adalah kekuatan satu masyarakat. Menguasai satu masyarakat dapat dilakukan dengan menghilangkan budaya pada masyarakat itu. Sebagai satu kekuatan budaya agama, Ramadhan akan terasa gersang bilamana tidak diikutin dengan hadirnya budaya yang melingkupinya. Dan budaya itu tertanam kokoh kepada satu generasi terutama diawal usia anak-anak, bila budaya yang dijalankan itu adalah budaya yang membahagiakan.
Kebahagian Ramadhan bagi anak-anak Muslim adalah embrio yang menyebabkan kerinduan akan bulan ini. Pengalaman masa kecil dengan juadah berbuka yang sudah dikumpul pada siang saat berpuasa. Kecerian bisa bertemu kawan-kawan dimasjid dan Musalla sambil bermain, di sela-sela orang tua mereka melaksankan shalat tarawih adalah ingatan indah yang sulit dilupakan.
Agama yang melahirkan kebahagian dan kerinduan adalah agama yang hidup. Kegersangan dalam menjalankan syariat akan berpengaruh kepada psilogis agama yang berwajah garang dan menakutkan.
Penulis: H. M. Rizal Akbar