Oleh : Dr. H. M Rizal Akbar, M.Phil
Bulan
Ramadhan tidak hanya menjadi momen spiritual bagi umat Islam tetapi juga
membawa dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat. Selama bulan ini, pola
konsumsi masyarakat berubah, sehingga menciptakan peluang ekonomi yang besar,
terutama bagi pedagang kecil dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM). Keberkahan Ramadhan bukan hanya terletak pada ibadahnya, tetapi juga
pada bagaimana aktivitas ekonomi dapat menjadi sumber kebahagiaan bagi banyak
pihak, dari pedagang hingga konsumen.
Dalam
Islam, aktivitas ekonomi yang berorientasi pada keberkahan menjadi bagian
penting dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Ramadhan menjadi momentum bagi
banyak orang untuk meningkatkan konsumsi, baik dalam kebutuhan pangan, pakaian,
maupun barang-barang lainnya. Dalam hadis Rasulullah ï·º disebutkan: "Sesungguhnya
sebaik-baik usaha adalah usaha seorang pria dengan tangannya sendiri dan setiap
jual beli yang mabrur." (HR. Ahmad). Dalam konteks Ramadhan, aktivitas
perdagangan menjadi lebih hidup, memberikan rezeki yang lebih luas kepada para
pedagang dan pengusaha kecil.
Dampak
ekonomi Ramadhan terhadap kesejahteraan pedagang dan UMKM sangat terasa di
banyak wilayah. Pasar-pasar dadakan muncul, menjual makanan berbuka puasa,
pakaian muslim, serta berbagai kebutuhan ibadah. Para pedagang kecil
memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan pendapatan mereka. Masyarakat yang
biasanya memiliki pola konsumsi normal, dalam bulan Ramadhan cenderung lebih
konsumtif, terutama dalam hal makanan dan pakaian. Hal ini menjadi berkah bagi
pelaku usaha yang menggantungkan penghasilannya dari perdagangan musiman.
Dalam
perspektif ekonomi Islam, transaksi yang dilakukan dalam suasana penuh
keberkahan Ramadhan mencerminkan nilai-nilai syariah, seperti kejujuran,
keadilan, dan tolong-menolong dalam perdagangan. Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’
al-Fatawa menekankan bahwa perdagangan yang dilakukan dengan prinsip
syariah tidak hanya mendatangkan keuntungan finansial tetapi juga pahala di
sisi Allah SWT. Dengan demikian, para pedagang yang menjaga etika dagang dan
tidak menaikkan harga secara berlebihan akan memperoleh keberkahan yang lebih
luas.
Ramadhan
juga menjadi momen peningkatan ekonomi berbasis keberkahan. Keberkahan dalam
Islam tidak hanya diukur dari banyaknya keuntungan, tetapi juga dari sejauh
mana usaha tersebut membawa manfaat bagi banyak orang. Rasulullah ï·º bersabda: "Barang
siapa yang memberi makanan berbuka kepada orang yang berpuasa, maka baginya
pahala seperti orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang
berpuasa sedikit pun." (HR. Tirmidzi). Dalam konteks ekonomi, ini mencerminkan
konsep berbagi keuntungan dalam perdagangan, di mana pelaku usaha tidak hanya
mencari keuntungan pribadi tetapi juga berkontribusi dalam kesejahteraan
masyarakat.
Keberkahan
dalam ekonomi Ramadhan juga terlihat dalam fenomena meningkatnya aktivitas
sosial, seperti zakat, sedekah, dan infak. Banyak orang yang lebih dermawan
selama Ramadhan, yang pada akhirnya membantu mereka yang kurang mampu. Dengan
meningkatnya distribusi kekayaan melalui amal ibadah ini, kesenjangan ekonomi
dapat dikurangi, dan kebahagiaan sosial meningkat. Imam Al-Ghazali dalam Ihya
Ulumuddin menyatakan bahwa kekayaan yang didistribusikan secara adil dan
digunakan untuk kebaikan akan menciptakan masyarakat yang sejahtera dan
harmonis.
Pasar
Ramadhan menjadi salah satu simbol utama dari meningkatnya aktivitas ekonomi
selama bulan suci ini. Di berbagai daerah, pasar Ramadhan menjadi pusat
kegiatan ekonomi yang menggeliat, di mana masyarakat dapat menemukan berbagai
jenis makanan khas berbuka puasa, pakaian muslim, dan perlengkapan ibadah.
Pasar ini tidak hanya memberikan manfaat bagi pedagang tetapi juga menciptakan
kebahagiaan bagi masyarakat yang bisa menikmati berbagai kuliner khas Ramadhan
yang jarang ditemukan di luar bulan suci ini.
Kebahagiaan
yang muncul dari aktivitas ekonomi di pasar Ramadhan bukan hanya bersifat
material tetapi juga sosial. Pasar menjadi tempat bertemunya berbagai lapisan
masyarakat, menciptakan interaksi sosial yang harmonis. Suasana kebersamaan dan
kegembiraan dalam mencari hidangan berbuka bersama keluarga menambah dimensi
kebahagiaan dalam bulan suci ini.
Dalam
perspektif maqashid syariah, aktivitas ekonomi yang berkembang selama Ramadhan
memenuhi beberapa tujuan utama syariat, seperti menjaga jiwa (hifzh an-nafs),
menjaga harta (hifzh al-mal), dan memperkuat ukhuwah Islamiyah (hifzh
al-ukhuwwah). Hal ini menjadikan Ramadhan sebagai momentum ideal untuk
menguatkan perekonomian yang berbasis pada nilai-nilai Islam.
Selain
itu, fenomena mudik menjelang Idul Fitri juga memiliki dampak ekonomi yang
besar. Banyak keluarga yang menyiapkan kebutuhan perjalanan, oleh-oleh, dan
konsumsi selama mudik, yang berkontribusi pada perputaran ekonomi yang tinggi.
Hal ini memberikan efek positif pada sektor transportasi, pariwisata, dan
perdagangan lokal di daerah tujuan mudik.
Islam
sangat menekankan pentingnya mencari rezeki yang halal dan berkah, sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 168: "Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu
adalah musuh yang nyata bagimu." Dalam konteks Ramadhan, para pedagang
dan pelaku ekonomi dituntut untuk selalu menjunjung tinggi prinsip kehalalan
dan kejujuran dalam menjalankan usaha mereka.
Keberkahan
ekonomi Ramadhan juga mencerminkan konsep barakah, di mana keuntungan
yang diperoleh tidak hanya bersifat duniawi tetapi juga membawa ketenangan dan
kebahagiaan. Pedagang yang menjalankan usaha dengan niat baik dan tidak menipu
pelanggan akan merasakan keberlimpahan rezeki yang lebih luas.
Meskipun
konsumsi meningkat, Islam mengajarkan keseimbangan dalam berbelanja selama
Ramadhan agar tidak berlebihan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-A’raf ayat 31:
"Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebihan." Prinsip ini penting agar pola
konsumsi masyarakat tetap terjaga dan tidak menimbulkan pemborosan yang
merugikan.
Di sisi
lain, Ramadhan juga mendorong tumbuhnya inovasi dalam bisnis. Banyak pengusaha
yang menciptakan produk-produk baru atau strategi pemasaran kreatif untuk
menarik pelanggan. Digitalisasi juga berperan besar dalam transaksi ekonomi
selama Ramadhan, di mana banyak UMKM memanfaatkan platform e-commerce untuk
menjangkau pasar yang lebih luas.
Dalam
konteks kebahagiaan masyarakat, Ramadhan menjadi bulan yang penuh dengan nuansa
kegembiraan karena semua aspek kehidupan—spiritual, sosial, dan ekonomi—saling
terhubung dalam harmoni yang indah. Keberkahan ekonomi yang dihasilkan selama
Ramadhan bukan hanya tentang perputaran uang, tetapi juga bagaimana ekonomi ini
membawa manfaat bagi banyak orang.
Sebagai
bulan yang penuh keberkahan, Ramadhan memberikan kesempatan bagi seluruh elemen
masyarakat untuk merasakan kesejahteraan dan kebahagiaan, baik secara material
maupun spiritual. Dengan semangat berbagi, kejujuran dalam berdagang, dan
menjaga keseimbangan dalam konsumsi, ekonomi Ramadhan dapat menjadi salah satu
pilar utama dalam menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan bahagia.
Pada akhirnya,
ekonomi Ramadhan bukan sekadar perputaran uang dan peningkatan konsumsi, tetapi
juga mencerminkan nilai-nilai keberkahan yang memberikan dampak positif bagi
kesejahteraan sosial. Jika prinsip-prinsip Islam dalam ekonomi diterapkan
dengan baik selama Ramadhan, maka bulan suci ini benar-benar menjadi bulan yang
penuh dengan rahmat, berkah, dan kebahagiaan bagi semua.
Penulis adalah Dosen IAITF Dumai