Oleh: Dr.H. M Rizal Akbar, M.Phil
Ramadhan
adalah bulan yang penuh berkah dan rahmat, di mana umat Islam diberikan
kesempatan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah serta mempererat hubungan
dengan keluarga. Dalam suasana penuh spiritualitas, kebersamaan dalam
menjalankan ibadah puasa menciptakan kebahagiaan yang tidak hanya bersifat
individu tetapi juga kolektif dalam lingkup keluarga. Ramadhan menjadi momentum
yang istimewa karena ibadah yang dilakukan bersama dapat memperkuat ikatan
kasih sayang antaranggota keluarga, memperdalam nilai-nilai agama, dan
menumbuhkan rasa syukur dalam kehidupan.
Salah
satu aspek yang paling dirasakan dalam kebahagiaan keluarga selama Ramadhan
adalah tradisi yang diwariskan turun-temurun. Tradisi seperti sahur dan berbuka
puasa bersama menjadi momen yang dinantikan oleh setiap anggota keluarga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Bersahurlah, karena
dalam sahur terdapat keberkahan." (HR. Bukhari dan Muslim). Sahur yang
dilakukan bersama bukan sekadar makan di waktu fajar, tetapi juga menjadi ajang
untuk membangun kehangatan dalam keluarga. Orang tua dan anak-anak dapat
berbincang, saling memberikan motivasi untuk berpuasa, serta mendoakan kebaikan
satu sama lain.
Selain
sahur, momen berbuka puasa juga menjadi bagian yang paling berkesan dalam bulan
Ramadhan. Dalam hadis lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Orang
yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan: kebahagiaan saat berbuka dan
kebahagiaan saat bertemu dengan Rabb-nya." (HR. Muslim). Kebersamaan
dalam berbuka puasa mengajarkan anak-anak nilai kebersyukuran dan kepedulian
terhadap sesama, terutama dengan adanya tradisi berbagi takjil atau makanan
kepada orang lain.
Peran
orang tua dalam membimbing anak-anak untuk terbiasa dengan ibadah Ramadhan
sangatlah penting. Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi
juga mendidik anak-anak dalam menjalankan ibadah shalat, membaca Al-Qur’an,
serta berbuat baik kepada sesama. Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitab Tuhfatul
Maudud bi Ahkamil Maulud menekankan bahwa pendidikan agama yang diterapkan
sejak kecil akan menjadi fondasi utama dalam kehidupan seorang anak. Dengan
membimbing anak-anak dalam ibadah sejak dini, orang tua membantu mereka untuk
tumbuh menjadi individu yang bertakwa.
Orang tua
juga dapat menanamkan nilai-nilai kejujuran, kesabaran, dan kepedulian sosial
kepada anak-anak selama Ramadhan. Mengajarkan anak untuk berpuasa sejak dini,
meskipun hanya setengah hari, dapat melatih mereka dalam memahami makna
pengendalian diri. Dalam sebuah hadis disebutkan, "Perintahkan
anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah
mereka jika tidak melakukannya saat mereka berusia sepuluh tahun."
(HR. Abu Dawud). Prinsip ini juga dapat diterapkan dalam latihan berpuasa, di
mana anak-anak dibiasakan secara bertahap sehingga mereka memahami pentingnya
ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
Ramadhan
juga menjadi kesempatan bagi keluarga untuk melakukan refleksi diri. Dalam
kesibukan dunia modern, kebersamaan keluarga sering kali terabaikan. Namun, di
bulan Ramadhan, keluarga memiliki lebih banyak waktu untuk berkumpul,
berbincang, dan saling mendukung dalam kebaikan. Ibnul Qayyim dalam Al-Wabil
as-Shayyib menyebutkan bahwa kebahagiaan hakiki seorang Muslim terletak
pada kedekatan dengan Allah dan hubungan harmonis dengan sesama manusia. Oleh
karena itu, Ramadhan menjadi sarana untuk memperbaiki hubungan dalam keluarga
dan menjadikannya lebih erat.
Selain
refleksi diri, Ramadhan juga mengajarkan makna kesabaran dalam kehidupan
keluarga. Saat berpuasa, seseorang diuji untuk menahan diri dari amarah dan
perkataan yang tidak baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Apabila
salah seorang di antara kalian berpuasa, maka janganlah berkata keji dan
janganlah berbuat bodoh. Jika seseorang mencelanya atau mengajaknya berkelahi,
maka hendaklah ia berkata: ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’" (HR.
Bukhari dan Muslim). Sikap ini juga harus diterapkan dalam keluarga, di mana
setiap anggota keluarga belajar untuk lebih sabar, saling memahami, dan
menghindari konflik.
Momentum
Ramadhan juga sering dimanfaatkan untuk meningkatkan ibadah keluarga secara
kolektif. Kegiatan seperti shalat berjamaah di rumah, tadarus Al-Qur’an
bersama, dan mendengarkan ceramah agama dapat meningkatkan kualitas spiritual
keluarga. Dalam surah At-Tahrim ayat 6, Allah berfirman, "Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..."
Ayat ini menekankan pentingnya peran keluarga dalam menjaga satu sama lain
dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kebahagiaan
keluarga di bulan Ramadhan juga semakin terasa dengan adanya kegiatan sosial
yang dilakukan bersama. Banyak keluarga yang mengajak anak-anak mereka untuk
berbagi kepada fakir miskin, menyantuni anak yatim, atau berpartisipasi dalam
kegiatan sosial lainnya. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin
menjelaskan bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya terletak pada kepuasan materi,
tetapi juga pada bagaimana seseorang bisa memberi manfaat kepada orang lain.
Dalam
suasana penuh keberkahan ini, keluarga juga bisa memperkuat hubungan dengan
sanak saudara dan tetangga. Silaturahmi yang dijalin selama Ramadhan, baik
dalam bentuk kunjungan langsung maupun melalui teknologi komunikasi, dapat
memperkuat persaudaraan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Barang
siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia
menyambung tali silaturahmi." (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan menjaga
hubungan baik, kebahagiaan dalam keluarga semakin bertambah.
Sebagai
puncak dari kebahagiaan Ramadhan, malam Lailatul Qadar menjadi waktu yang
paling dinantikan. Malam yang lebih baik dari seribu bulan ini memberikan
kesempatan bagi keluarga untuk bersama-sama beribadah, memohon ampunan, dan
meningkatkan kualitas spiritual. Dalam surah Al-Qadr ayat 3-5, Allah berfirman,
"Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala
urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." Kebersamaan
dalam meraih keberkahan malam ini menjadi puncak dari kebahagiaan spiritual
keluarga.
Ramadhan
bukan sekadar bulan ibadah, tetapi juga bulan di mana nilai-nilai keluarga
diperkuat. Kebahagiaan yang hadir bukan hanya dari aspek materi, tetapi lebih
kepada rasa syukur, kedekatan dengan Allah, serta keharmonisan hubungan
keluarga. Dengan menjaga tradisi Ramadhan, membimbing anak-anak dalam ibadah,
dan memanfaatkan bulan ini sebagai momen refleksi, sebuah keluarga dapat
mencapai kebahagiaan yang hakiki.
Sebagai
penutup, Ramadhan mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan terletak pada
kelimpahan duniawi, tetapi pada keberkahan dalam keluarga yang dipenuhi dengan
nilai-nilai Islam. Keluarga yang menjadikan Ramadhan sebagai sarana peningkatan
spiritual dan kebersamaan akan merasakan ketenangan dan kebahagiaan yang tidak
tergantikan. Semoga setiap keluarga Muslim dapat meraih kebahagiaan sejati
dalam setiap momen Ramadhan yang dijalani.
Penulis adalah Dosen IAITF Dumai