![]() |
Oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, M.Phil |
Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan dan kebahagiaan, tidak hanya bagi individu yang menjalankan ibadah puasa, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Kebahagiaan sosial di bulan Ramadhan tercermin dalam meningkatnya semangat berbagi, kepedulian terhadap sesama, serta eratnya tali persaudaraan dalam umat Islam. Momentum ini menjadi ajang bagi setiap muslim untuk menumbuhkan empati, memperkokoh ukhuwah Islamiyah, serta mendorong kesejahteraan sosial melalui berbagai aktivitas amal yang dianjurkan dalam Islam.
Salah
satu aspek penting dalam membangun kebahagiaan sosial di bulan Ramadhan adalah
kewajiban menunaikan zakat, infak, dan sedekah. Zakat merupakan pilar Islam
yang berfungsi sebagai alat redistribusi kekayaan agar kesejahteraan dapat dirasakan
oleh semua lapisan masyarakat. Allah SWT berfirman dalam Surah At-Taubah
ayat 103, "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui." Ayat ini menegaskan bahwa zakat tidak
hanya membersihkan harta, tetapi juga membawa ketenteraman dan kebahagiaan bagi
penerima maupun pemberinya.
Infak dan
sedekah yang semakin meningkat di bulan Ramadhan juga menjadi sarana bagi umat
Islam untuk berbagi rezeki dengan orang-orang yang membutuhkan. Rasulullah SAW
bersabda dalam HR. Tirmidzi, "Sedekah itu dapat menghapus dosa
sebagaimana air memadamkan api." Perbuatan ini menjadi sumber
kebahagiaan bagi penerima yang mendapatkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka, sekaligus menjadi bentuk kebersyukuran bagi pemberi yang
memperoleh pahala berlipat ganda.
Selain
berbagi dalam bentuk materi, Ramadhan juga identik dengan tradisi berbuka puasa
bersama yang menjadi salah satu cara mempererat ukhuwah Islamiyah. Kegiatan ini
tidak hanya sekadar momen untuk menikmati hidangan bersama, tetapi juga
mengandung nilai-nilai kebersamaan, persaudaraan, dan kepedulian. Dalam HR.
Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa memberi makanan
berbuka kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti pahala orang
yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang
berpuasa." Hadis ini menunjukkan bagaimana berbuka puasa bersama dapat
menjadi jalan untuk menebar kebahagiaan dan memperoleh keberkahan.
Di
berbagai daerah, tradisi berbuka puasa bersama sering kali melibatkan
masyarakat dari berbagai latar belakang sosial. Kaum dhuafa, yatim piatu,
hingga pekerja yang jauh dari keluarga dapat merasakan kebersamaan dan kasih
sayang dalam suasana Ramadhan. Fenomena ini menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak
hanya diukur dari materi, tetapi juga dari kedekatan sosial dan rasa saling
memiliki dalam komunitas.
Solidaritas
sosial yang meningkat di bulan Ramadhan memiliki dampak besar terhadap
kesejahteraan masyarakat secara luas. Islam mengajarkan bahwa manusia tidak
boleh hidup hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga harus memberikan manfaat
bagi sesama. Dalam HR. Muslim, Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain." Semangat ini
terlihat jelas di bulan Ramadhan, ketika berbagai komunitas dan lembaga sosial
mengadakan kegiatan amal, seperti pembagian makanan gratis, santunan kepada
anak yatim, serta program bantuan bagi fakir miskin.
Ramadhan
juga menjadi bulan di mana kesenjangan sosial dapat dikurangi melalui berbagai
inisiatif berbasis kebersamaan. Ketika mereka yang berkecukupan berbagi dengan
yang kurang mampu, rasa saling memahami dan empati semakin tumbuh dalam
masyarakat. Ini menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan sejahtera, di
mana setiap individu merasa diperhatikan dan dihargai.
Ulama
berpendapat bahwa solidaritas sosial di bulan Ramadhan merupakan manifestasi
dari ajaran Islam yang menekankan keadilan dan keseimbangan dalam kehidupan
bermasyarakat. Imam Al-Ghazali dalam karyanya Ihya Ulumuddin menyebutkan
bahwa zakat dan sedekah tidak hanya menjadi ibadah individual, tetapi juga
instrumen sosial untuk menciptakan masyarakat yang saling menopang dan
sejahtera.
Dalam
perspektif maqashid syariah, kebahagiaan sosial di bulan Ramadhan juga
mencerminkan upaya pemeliharaan jiwa (hifzh an-nafs) dan pemeliharaan harta
(hifzh al-mal). Dengan berbagi kepada sesama, seseorang tidak hanya menjaga
keseimbangan ekonomi, tetapi juga membantu individu lain untuk tetap bertahan
hidup dan menjalankan ibadah dengan lebih baik. Ini sejalan dengan tujuan
syariah dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.
Kebahagiaan
sosial yang terwujud dalam Ramadhan juga memperlihatkan bagaimana nilai-nilai
Islam dapat membentuk masyarakat yang lebih harmonis. Dalam Al-Qur’an, Allah
SWT berfirman dalam Surah Al-Insan ayat 8-9, "Dan mereka
memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang
yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan
tidak pula (ucapan) terima kasih." Ayat ini mengajarkan bahwa
kebahagiaan sejati terletak dalam memberi tanpa mengharapkan imbalan duniawi,
melainkan mencari ridha Allah SWT.
Selain
itu, peningkatan kepedulian sosial selama Ramadhan juga menjadi sarana untuk
memperkuat moral dan akhlak dalam masyarakat. Ketika seseorang terbiasa
berinfak dan bersedekah, mereka akan memiliki kepekaan yang lebih tinggi
terhadap penderitaan orang lain. Hal ini menciptakan generasi yang lebih
peduli, empati, dan memiliki semangat gotong royong dalam kehidupan
sehari-hari.
Di sisi
lain, kebahagiaan sosial dalam Ramadhan juga melibatkan aspek psikologis. Para
psikolog menyebutkan bahwa memberi dan berbagi kepada sesama dapat meningkatkan
hormon kebahagiaan seperti dopamin dan oksitosin, yang membuat seseorang merasa
lebih puas dan bahagia. Ini membuktikan bahwa Islam sebagai agama yang sempurna
telah mengajarkan konsep kebahagiaan tidak hanya dari aspek spiritual, tetapi
juga dari aspek sosial dan psikologis.
Kebahagiaan
sosial yang tercipta di bulan Ramadhan seharusnya tidak berhenti setelah bulan
suci ini berakhir. Umat Islam perlu melanjutkan semangat berbagi, saling
peduli, dan mempererat hubungan sosial di bulan-bulan berikutnya. Ini sejalan
dengan ajaran Islam yang menekankan bahwa ibadah dan kebaikan tidak terbatas
pada waktu tertentu, tetapi harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Dalam penutup, Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kebahagiaan sosial yang tercermin dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat. Melalui zakat, infak, dan sedekah, umat Islam dapat membantu mereka yang membutuhkan dan merasakan kebahagiaan dalam berbagi. Tradisi berbuka puasa bersama memperkuat ukhuwah Islamiyah dan menciptakan rasa kebersamaan yang lebih erat. Solidaritas sosial yang meningkat selama Ramadhan juga membawa kesejahteraan bagi masyarakat secara keseluruhan. Semua ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mendorong kebahagiaan tidak hanya dalam aspek individual, tetapi juga dalam hubungan sosial yang lebih luas. Semoga kebahagiaan sosial yang kita rasakan di bulan Ramadhan menjadi inspirasi untuk terus menebar kebaikan sepanjang tahun.
Penulis adalah Dosen IAITF Dumai