Ramadhan & Kebahagian dalam Beribadah

SahabatRiau
0

Oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, M.Phil

Ramadhan merupakan bulan suci dalam kalender Islam yang penuh dengan berkah dan ampunan. Dalam bulan ini, umat Islam diwajibkan menjalankan ibadah puasa sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Puasa tidak hanya menjadi ibadah fisik, tetapi juga ibadah spiritual yang membawa kebahagiaan bagi mereka yang menjalankannya dengan penuh keimanan dan keikhlasan. Kebahagiaan dalam ibadah di bulan Ramadhan tercermin dalam ketenangan jiwa, kedekatan dengan Allah, dan peningkatan kualitas spiritual yang dirasakan oleh setiap Muslim.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183). Ayat ini menegaskan bahwa tujuan utama puasa adalah membentuk ketakwaan, yang pada akhirnya membawa kebahagiaan sejati dalam hidup seorang Muslim. Ketakwaan merupakan sumber kebahagiaan yang tidak tergantikan oleh hal-hal duniawi, karena ia menghadirkan ketenangan hati dan kepastian akan rahmat Allah SWT.


Para ulama dan ilmuwan Muslim telah banyak membahas tentang hubungan antara ibadah dan kebahagiaan. Al-Ghazali (1058-1111) dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat diperoleh melalui pendekatan kepada Allah dan meninggalkan hawa nafsu duniawi. Ramadhan menjadi momentum bagi setiap Muslim untuk membersihkan jiwa, memperbanyak ibadah, dan merasakan kebahagiaan yang muncul dari kedekatan dengan Allah SWT.


Ibadah di bulan Ramadhan tidak hanya terbatas pada puasa, tetapi juga mencakup shalat Tarawih, tadarus Al-Qur’an, sedekah, dan berbagai amal kebajikan lainnya. Setiap bentuk ibadah ini memberikan kebahagiaan yang berbeda-beda bagi pelakunya. Rasulullah SAW bersabda: "Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhannya." (HR. Muslim). Hadis ini menunjukkan bahwa kebahagiaan berpuasa tidak hanya dirasakan di dunia, tetapi juga di akhirat.


Dari perspektif psikologi Islam, kebahagiaan dalam ibadah muncul karena adanya rasa koneksi dengan Allah SWT dan kepuasan batin yang didapatkan dari menjalankan perintah-Nya. Muhammad Iqbal (1877-1938), seorang filsuf Muslim, menyatakan bahwa kebahagiaan hakiki bukan terletak pada kepuasan materi, tetapi pada hubungan yang erat antara manusia dengan Tuhannya. Ramadhan menjadi sarana untuk mencapai kebahagiaan ini dengan meningkatkan ibadah dan menjauhkan diri dari perbuatan yang sia-sia.


Dalam kajian sosiologi Islam, Ramadhan juga memperkuat solidaritas sosial dan kebahagiaan kolektif. Ketika umat Islam menjalankan ibadah puasa bersama, mereka merasakan empati terhadap sesama, khususnya terhadap mereka yang kurang beruntung. Islam mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya tentang kepuasan diri, tetapi juga tentang berbagi dengan orang lain. Hal ini diperkuat dalam sabda Rasulullah SAW: "Sedekah itu memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api." (HR. At-Tirmidzi). Sedekah yang dilakukan di bulan Ramadhan membawa kebahagiaan bagi yang memberi dan menerima.


Bulan Ramadhan juga memberikan ketenangan jiwa melalui peningkatan kualitas ibadah. Dalam studi kontemporer, penelitian yang dilakukan oleh Koenig, McCullough, dan Larson (2001) menunjukkan bahwa keterlibatan dalam praktik keagamaan dapat meningkatkan kebahagiaan dan mengurangi stres. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang menyatakan bahwa mengingat Allah akan memberikan ketenangan hati, sebagaimana firman-Nya: "Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang." (QS. Ar-Ra’d: 28).


Selain aspek spiritual dan sosial, kebahagiaan dalam beribadah di bulan Ramadhan juga berkaitan dengan kesehatan fisik. Para ilmuwan modern seperti Yoshinori Ohsumi (2016) menemukan bahwa puasa memiliki manfaat besar bagi kesehatan, termasuk detoksifikasi tubuh dan peremajaan sel. Dalam Islam, kebahagiaan sejati adalah keseimbangan antara kesehatan fisik, mental, dan spiritual, sehingga Ramadhan menjadi bulan yang memberikan kebahagiaan dari berbagai aspek kehidupan.


Dalam perspektif filsafat Islam, Ibn Sina (980-1037) menyatakan bahwa kebahagiaan tertinggi hanya dapat dicapai melalui penyucian jiwa dan pendekatan kepada Tuhan. Ramadhan memberikan kesempatan kepada setiap Muslim untuk melatih diri dalam mengendalikan hawa nafsu, membersihkan hati, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Proses ini menghasilkan kebahagiaan yang lebih mendalam daripada kebahagiaan material yang bersifat sementara.


Selain itu, Ramadhan juga mengajarkan konsep syukur yang menjadi kunci kebahagiaan. Rasulullah SAW bersabda: "Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah kebaikan baginya..." (HR. Muslim). Dengan berpuasa, seseorang belajar untuk bersyukur atas nikmat makanan dan minuman yang sering diabaikan, sehingga melahirkan kebahagiaan dalam setiap aspek kehidupan.

Bulan Ramadhan juga membentuk kebahagiaan melalui ibadah malam, seperti qiyamul lail. Shalat malam di bulan Ramadhan memiliki keutamaan yang besar, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Barang siapa yang menunaikan qiyam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim). Kebahagiaan seorang mukmin terletak pada pengampunan dosa dan harapan akan pahala dari Allah SWT.


Dalam dimensi spiritual, kebahagiaan di bulan Ramadhan juga hadir melalui doa dan munajat kepada Allah SWT. Ramadhan adalah bulan di mana doa-doa dikabulkan, sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW: "Tiga doa yang tidak akan tertolak: doa orang yang berpuasa hingga ia berbuka, doa pemimpin yang adil, dan doa orang yang dizalimi." (HR. Ahmad). Hal ini memberikan kebahagiaan dan ketenangan hati bagi mereka yang memanfaatkan bulan ini untuk berdoa dengan penuh keikhlasan. Selain itu, membaca dan merenungkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan juga menjadi sumber kebahagiaan. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa bagi mereka ada pahala yang besar." (QS. Al-Isra: 9). Membaca Al-Qur’an membawa ketenangan jiwa dan kebahagiaan batin bagi seorang Muslim.


Dalam kajian ilmu kebahagiaan, Seligman (2002) menjelaskan bahwa kebahagiaan tidak hanya berasal dari kesenangan sesaat, tetapi juga dari makna dan tujuan hidup yang lebih besar. Ramadhan memberikan kesempatan kepada Muslim untuk menemukan makna hidup yang lebih dalam melalui ibadah dan penghambaan kepada Allah SWT. Ramadhan juga mengajarkan pentingnya kesabaran, yang merupakan kunci kebahagiaan dalam Islam. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10). Kesabaran dalam menahan lapar, dahaga, dan hawa nafsu selama Ramadhan melatih seorang Muslim untuk lebih kuat dalam menghadapi tantangan hidup.


Akhirnya, kebahagiaan dalam Ramadhan mencapai puncaknya pada malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah SWT berfirman: "Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan." (QS. Al-Qadr: 3). Malam ini adalah malam penuh keberkahan yang memberikan kebahagiaan tak terhingga bagi mereka yang mendapatkannya. Dengan demikian, Ramadhan bukan sekadar bulan ibadah, tetapi juga bulan kebahagiaan. Kebahagiaan ini hadir dalam berbagai aspek, baik spiritual, sosial, maupun fisik, menjadikannya bulan yang penuh rahmat bagi seluruh umat Islam.


Penulis adalah Dosen Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai


DAFTAR PUSTAKA

  • Al-Ghazali. (2011). Ihya Ulumuddin. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
  • Ibn Sina. (1957). Kitab al-Najat. Cairo: Dar al-Ma'arif.
  • Iqbal, M. (1930). The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Oxford: Oxford University Press.
  • Koenig, H.G., McCullough, M.E., & Larson, D.B. (2001). Handbook of Religion and Health. Oxford: Oxford University Press.
  • Ohsumi, Y. (2016). "Autophagy: Programmed Degradation and Recycling of Cellular Components." Nobel Prize Lecture in Physiology or Medicine, Stockholm.
  • Seligman, M.E.P. (2002). Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfillment. New York: Free Press.
  • Tirmidzi, Al-. (2007). Sunan At-Tirmidzi. Riyadh: Darussalam.
  • Bukhari, Al-. (2002). Shahih Al-Bukhari. Riyadh: Darussalam.
  • Muslim, Al-. (2007). Shahih Muslim. Riyadh: Darussalam.
  • Ahmad, Ibn Hanbal. (1995). Musnad Ahmad bin Hanbal. Beirut: Al-Resalah Publishers.
  • Qur'an Al-Karim. (n.d.). Al-Qur'an dan Terjemahannya. Kementerian Agama Republik Indonesia.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)