Ramadhan & Kebahagian dalam Bersedekah

SahabatRiau
0

Oleh : Dr. H. M Rizal Akbar, M.Phil


Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, di mana setiap amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya. Dalam Islam, bulan Ramadhan tidak hanya menjadi momen ibadah puasa, tetapi juga menjadi momentum untuk memperbanyak sedekah. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sebaik-baik sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan" (HR. Tirmidzi, No. 663). Hadis ini menunjukkan bahwa sedekah yang diberikan di bulan suci ini memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan bulan lainnya. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, "Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 261). Ayat ini mengilustrasikan betapa luar biasanya balasan bagi mereka yang bersedekah, terutama di bulan yang penuh kemuliaan ini.


Kebahagiaan dalam bersedekah merupakan bagian dari sifat fitrah manusia. Psikolog Martin Seligman (2002) dalam teorinya tentang kebahagiaan menyatakan bahwa salah satu kunci kebahagiaan adalah melakukan sesuatu yang bermakna, seperti memberi dan berbagi dengan orang lain. Hal ini sejalan dengan konsep Islam yang menekankan pentingnya memberi, terutama kepada mereka yang membutuhkan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dunn, Aknin, dan Norton (2008) ditemukan bahwa orang yang membelanjakan uang mereka untuk membantu orang lain merasakan kebahagiaan yang lebih besar dibandingkan mereka yang hanya menggunakannya untuk diri sendiri. Hal ini semakin menegaskan bahwa bersedekah bukan hanya memberikan manfaat bagi penerima, tetapi juga bagi pemberinya.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan utama dalam bersedekah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Rasulullah adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau semakin dermawan di bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya” (HR. Bukhari, No. 6). Hadis ini menunjukkan bahwa Ramadhan adalah waktu terbaik untuk meningkatkan semangat berbagi dan peduli terhadap sesama. Sedekah di bulan Ramadhan juga dapat menghapus dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sedekah itu dapat memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api” (HR. Tirmidzi, No. 614). Oleh karena itu, bersedekah menjadi amalan yang tidak hanya bermanfaat bagi penerima, tetapi juga membersihkan hati dan jiwa pemberinya.


Menurut Imam Al-Ghazali (1111), sedekah merupakan salah satu bentuk pembersihan hati dari sifat kikir dan tamak. Dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin, beliau menjelaskan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk mencintai harta, dan sedekah menjadi cara terbaik untuk mengontrol kecintaan tersebut agar tidak berlebihan. Dalam perspektif ekonomi Islam, sedekah juga berperan dalam menciptakan keseimbangan sosial. Muhammad Nejatullah Siddiqi (1981) dalam bukunya Muslim Economic Thinking menjelaskan bahwa sistem ekonomi Islam menekankan pentingnya distribusi kekayaan yang adil, dan salah satu instrumen utamanya adalah sedekah dan zakat.


Selain memberikan kebahagiaan secara emosional dan spiritual, sedekah juga memiliki dampak positif terhadap kesehatan. Sebuah penelitian oleh Stephen G. Post (2005) menunjukkan bahwa melakukan kegiatan amal, termasuk bersedekah, dapat meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi stres. Dalam konteks Ramadhan, bersedekah bisa menjadi sarana untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis umat Muslim. Dalam kehidupan sosial, sedekah menjadi pengikat solidaritas antarindividu. Di bulan Ramadhan, banyak umat Islam berlomba-lomba untuk bersedekah, baik melalui pemberian makanan berbuka puasa, bantuan kepada fakir miskin, hingga infaq untuk masjid dan lembaga pendidikan. Kebiasaan ini memperkuat hubungan sosial dan menumbuhkan rasa kebersamaan.


Menurut Dr. Jonathan Haidt (2006) dalam bukunya The Happiness Hypothesis, manusia secara alami merasa lebih bahagia ketika mereka memberi kepada orang lain. Haidt menyebut fenomena ini sebagai elevation effect, yaitu perasaan bahagia yang muncul setelah melihat atau melakukan tindakan kebaikan. Di sisi lain, dalam Islam, kebahagiaan sejati tidak hanya diukur dari kepemilikan materi, tetapi dari ketenangan hati dan kepuasan batin. Ibn Qayyim al-Jawziyya (1350) dalam kitab Madarij as-Salikin menyatakan bahwa salah satu kunci kebahagiaan adalah bersikap dermawan dan tidak terikat secara berlebihan pada harta benda.


Ramadhan memberikan kesempatan besar bagi umat Islam untuk meraih kebahagiaan melalui sedekah. Keistimewaan bulan ini mendorong banyak orang untuk lebih ikhlas dalam memberi, karena mereka menyadari bahwa balasan dari Allah SWT tidak hanya berupa pahala di akhirat, tetapi juga keberkahan dalam kehidupan dunia. Sedekah juga menjadi salah satu bentuk syukur kepada Allah atas rezeki yang diberikan. Dalam QS. Ibrahim ayat 7, Allah berfirman, “Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu...” Dengan bersedekah, seseorang menunjukkan rasa syukurnya, dan Allah akan membalasnya dengan rezeki yang lebih luas.


Di bulan Ramadhan, banyak umat Islam yang merasakan keajaiban sedekah, di mana mereka yang memberi justru merasa lebih bahagia dan lebih diberkahi. Ini sesuai dengan janji Allah dalam QS. Saba’ ayat 39: “Dan apa saja yang kamu infakkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dialah sebaik-baik pemberi rezeki.” Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aknin et al. (2013), ditemukan bahwa kebahagiaan dari memberi itu bersifat universal, tidak bergantung pada budaya atau latar belakang ekonomi seseorang. Artinya, baik kaya maupun miskin, setiap orang dapat merasakan kebahagiaan dari berbagi. Bersedekah juga mengajarkan nilai keikhlasan, karena dilakukan tanpa mengharap balasan dari manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiga hal yang akan terus mengalir pahalanya setelah seseorang meninggal dunia: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya” (HR. Muslim, No. 1631).


Ramadhan menjadi momentum terbaik untuk melatih diri agar terbiasa bersedekah di luar bulan suci ini. Jika seseorang dapat merasakan kebahagiaan saat memberi di bulan Ramadhan, maka kebiasaan ini bisa terus dilanjutkan sepanjang tahun sebagai bagian dari gaya hidup Islami. Pada akhirnya, bersedekah di bulan Ramadhan bukan hanya tentang memberikan sebagian harta, tetapi juga tentang menanamkan kebahagiaan dalam hati. Dengan bersedekah, seseorang tidak hanya membahagiakan orang lain, tetapi juga dirinya sendiri, sebagaimana Rasulullah bersabda, “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah” (HR. Bukhari, No. 1429).


Penulis adalah Dosen Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai


Daftar Pustaka

Aknin, L. B., Dunn, E. W., Sandstrom, G. M., & Norton, M. I. (2013). Prosocial Spending and Well-Being: Cross-Cultural Evidence for a Psychological Universal. Journal of Personality and Social Psychology, 104(4), 635–652. https://doi.org/10.1037/a0031578

Al-Ghazali. (1111). Ihya’ Ulumuddin. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Dunn, E. W., Aknin, L. B., & Norton, M. I. (2008). Spending Money on Others Promotes Happiness. Science, 319(5870), 1687–1688. https://doi.org/10.1126/science.1150952

Haidt, J. (2006). The Happiness Hypothesis: Finding Modern Truth in Ancient Wisdom. New York: Basic Books.

Ibn Qayyim al-Jawziyya. (1350). Madarij as-Salikin. Cairo: Maktabah Dar al-Hadith.

Nejatullah Siddiqi, M. (1981). Muslim Economic Thinking. Jeddah: International Centre for Research in Islamic Economics.

Post, S. G. (2005). Altruism, Happiness, and Health: It’s Good to be Good. International Journal of Behavioral Medicine, 12(2), 66–77. https://doi.org/10.1207/s15327558ijbm1202_4

Seligman, M. E. P. (2002). Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfillment. New York: Free Press.

Tirmidzi, Abu Isa. (n.d.). Sunan At-Tirmidzi. Riyadh: Darussalam.

Bukhari, Imam. (n.d.). Shahih al-Bukhari. Riyadh: Darussalam.

Muslim, Imam. (n.d.). Shahih Muslim. Riyadh: Darussalam.


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)